|
28/02/2004 |
|
|
|
PADANGBARU - Paroki St. Fransiskus dari Asisi Padangbaru dan Komunitas Sant' Egidio menyelenggarakan silaturahmi bertajuk damai, Kamis (1/ 1), di halaman pastoran setempat. Hadir Bapa Uskup Padang dan para tokoh agama. Sebelum membuka acara, Mgr. Martinus D. Situmorang mengingatkan, perdamaian bukan realitas yang terjadi dengan sendirinya. Perdamaian merupakan buah perjuangan dan kerja keras, ketekunan, dan pergumulan yang panjang dan sering melelahkan. Di bagian lain sambutannya, Bapa Uskup menambahkan, "Perdamaian adalah anugerah, pemberian, rahmat Allah yang diberikan kepada mereka yang terbuka hati dan rela menjaganya , siap berbagi dengan sesama, serta rela berkorban untuk memeliharanya. Sebab itu, egoisme clan fanatisme merupakan pengkhianatan terhadap agama dan iman. Parade anak-anak yang membawa papan nama negara yang dilanda konflik mengingatkan masih "mahalnya" perdamaian. Dalam surat seruan perdamaian Komunitas Sant' Egidio, disebutkan dialog merupakan jalan menyelamatkan dunia dan perang. Dialog tidak mengurangi identitas siapapun juga. Sebab itu, kekerasan merupakan kekalahan bagi umat manusia. Sudarto dari kalangan Muslim mengajak peserta melihat kemajemukan umat manusia, merupakan prinsip Tuhan yang mencintai keragaman. "Pelangi indah karena berbeda wamanya," ucapnya. Sebab itu, sambung Sudarto, tiap agama membangun kepaduan di tengah krisis multi-wajah (kecemburuan sosial, ketidakpedulian antarpemeluk agama, dan sebagainya). Romo Pandita Sudarma Limanus dati kalangan Buddha menyatakan, tanggal yang sama diperingati sebagai Rari Metta (Metta Day). Metta adalah cinta kasih yang universal dan tak bercakrawala. Diungkapkannya, "Sekarang, perdamaian merupakan sesuatu yang mahal harganya. Banyak pihak berusaha mewujudkannya, dalam doa, perundingan, dialog. Kebahagiaan yang didamba belum terwujud." Maka, Sudarma mengajukan pertanyaan reflektif, "Apakah usaha yang dilakukan telah dilandasi dengan cinta kasih universal?"
Acara silaturahmi diisi pembacaan puisi "Andai", sumbangan dua nyanyian dati Paduan Suara Majelis Buddhayana Indonesia (MB I) Padang, serta orasi dari Benar Beta Ginting, penatua Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Padang. Ginting menyatakan, idaman setiap orang mencapai kedamaian di bumi dan segala isinya. "Mari kita berdamai dengan diri sendiri terlebih dulu sebelum berdamai dengan pihak lain," ajak Ginting. (hrd) DITERIMA TANGAN TERBUKA SANTA MARIA PADANG - Untuk pertama kalinya, perayaan Natal 2003 (25/12) di Paroki Santa Maria Padang berlangsung semarak dan melibatkan banyak partisipasi umat. Acara pentas Natalan dimulai usai Misa Syukur di halaman SD Tirtonadi. Komunitas Sant'Egidio (KSE) Padang bekerjasama dengan Paroki Santa Maria Padang mengadakan acara pentas terbuka tersebut. Semua lapisan umat turut larut dalam kegembiraan tersebut, apalagi acara disusun sedemikian rupa sehingga membetahkan umat berlamalama, hingga pukul empat sore. Umat Stasi Sungai Pisang pun terlibat. Dalam sambutan singkatnya, Kepala Paroki St. Maria,P. Markus Wale berharap, melalui acara semacam ini semakin membina kebersamaan antarumat. "Damai Natal hadir dalam diri setiap orang," tandasnya. Ungkapan senada meluncur dari Koordinator KSE, Drs. Satria Rusli. Ia berharap, lewat kesempatan natalan ini, kelompoknya semakin dikenal dan dapat diterima dengan tangan terbuka di Paroki Santa Maria. Keterlibatan umat amat terasa, tatkala kesempatan diberikan seluas-luasnya oleh pembawa acara. Tampil tarian pergaulan ala Nias (maena), nyanyi tunggal, paduan suara, tari modern, yang diselingi dengan pembagian hadiah (door prize), Kehadiran 'Sinterklas' dan Pieterbas memukau perhatian anak-anak. Pada kesempatan ini, tiga ratus anak memperoleh bingkisan Nata!.
|