Comunità di S.Egidio


 

01/01/2005


Melayani �Yesus Kecil�
Ia sempat mutung namun ia berubah kembali.

 

Jijik. Kesan pertama ini muncul ketika Priska Nuriati mendampingi belasan anak di Bukit Karang, Teluk Bayur, Sumatera Barat. Mereka memang kumal. Kepalanya pun banyak kutu. �Anak-anak itu yang kami dampingi. Mereka ngelendot, bermanja-manja dengan kami. Gimana saya ngak jijik,� ujar gadis lajang yang biasa dipanggil Cing Cing ini.

Belum lagi medan untuk menemui anak-anak itu cukup berat. Dari Padang, Cing Cing dan rekan-rekan menempuh perjalanan sekitar 30 menit ke Bukit Karang. Di kaki bukit, motor harus ditinggal. Mereka mendaki jalan berbatu dan curam selama 20 menit. �Waktu itu yang mengajak Maria Felisia, aktivis Sant�Egidio Padang. Dia sih bilang mau pelayanan dan mengajar. Bayangan saya ya ngajar formal. Ternyata ngajarin anak-anak kayak gitu,� papar perempuan yang kala itu masih kuliah di STBA Prayoga Padang itu.

Pengalaman pertama pada 1992 sungguh menyesakkan Cing Cing. Dia bertekad tak akan pernah lagi mau ikut dalam pelayanan. Ternyata tekadnya itu terkalahkan oleh persahabatannya dengan Maria. Usai itu ia masih ikut pelbagai kegiatan Sant�Egidio di Padang. �Saya cuman ikut-ikutan mereka saja. Saya juga belum tahu apa itu Sant�Egidio,� kata perempuan kelahiran 25 Januari 1972 menegaskan.

Doa rutin

Sebagai Komunitas kategorial Sant�Egidio waktu itu tergolong belum banyak dikenal, baru dua tahun di Indonesia. Tepatnya di Padang. Komunitas awam ini dimulai Andrea Riccardi bersama empat rekannya di Roma, 1968. Mereka menjadikan Alkitab sebagai jantung kehidupan Komunitas dan pedoman melayani orang miskin.

Sejak 1973 Sant�Egidio menyebar ke luar Roma, bahkan meluas ke pelbagai negara. Saat ini tersebar di 60 negara dengan anggota sekitar 40.000 orang. Masuk ke Indonesia 1990. Pelayanannya beragam tergantung kondisi. �Kami disemangati Paus Yohanes XXIII yang mengucapkan: Gereja bagi semua terutama yang miskin,� papar Cing Cing yang sekarang menjadi Penanggung Jawab Sant�Egidio Jakarta.

Perbedaan

Keterlibatan Cing Cing di Sant�Egidio mulai ketika Valeria Martano, Penanggung Jawab Sant�Egidio Asia, datang ke Padang. Dalam retret ala Sant�Egidio, Valeria mengungkapkan, umat Kristen harus membaca Alkitab tiap hari. Valeria juga mengingatkan setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu nyata dalam masyarakat namun jangan sampai membuat manusia terpisah satu sama lain.�Valeria berpesan, kita perlu terbuka dan saling membantu.�

Sentuhan Valeria menggugah Cing Cing untuk membaca Alkitab dan terlibat dalam pelayanan Sant�Egidio. �Sekarang baca Alkitab jadi kebutuhan meski lewat proses up and down. Saya semakin aktif di Sant�Egidio setelah pergi ke Komunitas pusat di Roma pada Paskah 1995l.�

Di sana Cing Cing melihat para aktivis Sant�Egidio melayani orang-orang gypsi, gelandangan dan imigran. �Saya tersentuh dengan pelayanan mereka. Walaupun cuman dua minggu namun ketulusan mereka benar-benar nyata dalam memberikan pelayanan dan menawarkan persahabatan kepada orang-orang yang dilayani,� kenangnya.

Keterlibatan Cing Cing kian mendalam setelah pindah ke Jakarta, 1997. Cing Cing menggantikan Cheril Ch sebagai Penanggung Jawab Sant�Egidio Jakarta. Bahkan awal tahun ini ia ditugaskan membukan program orang tua asuh (long distance adoption) Sant�Egidio di Indonesia. Untuk tugas ini ia bekerja secara penuh. �Memang sih pendapatan saya lebih kecil dibandingkan ketika saya kerja sebagai Assistance Project di Indonesian German Institute. Tapi inilah panggilan hidup saya,� ujarnya mantap.

Kini, setelah terjun, tak ada lagi rasa jijik di benak Cing Cing ketika melayani anak-anak yang kumuh. Bahkan ia melihat mereka sebagai sahabat-sahabat.� Lewat mereka kita bisa lebih dekat dengan Tuhan. Mereka adalah �Yesus-Yesus� kecil yang perlu kita layani.�

A. Bobby Pr.