Tgl 7 Februari, 50 tahun yang lalu, beberapa anak SMA, dipimpin oleh seroang remaja 18 tahun, Andrea Riccardi, murid dari sekolah "Virgilio" melahirkan sebuah gerakan awam di Roma yang berpedoman pada Injil dan atas dorongan pembaharuan konsili. Itu adalah sebuah janin yang akan berkembang menjadi Komunitas Sant'Egidio. Saat itu, para remaja itu berkumpul untuk berdoa dan membantu orang-orang yang terpinggirkan, orang miskin, yang didefinisikan oleh Paus Fransiskus sebagai orang yang "terkotakkan" dari masyarakat. Lahirlah "Sekolah Damai" pertama, di antara barak-barak di jembatan Marconi, dekat Cinodromo. Lalu diikuti oleh Makan Siang di Basilika Santa Maria in Trastevere, yang saat itu pastor parokinya adalah Vincenzo Paglia, dan saat ini menjabat sebagai Ketua Akademi Kepausan tentang Hidup dan beberapa kegiatan lainnya, mulai dari membantu para tuna wisma di mensa untuk orang-orang miskin hingga inisiatif perdamaian, yang buahnya adalah perdamaian di Mozambik dimana seorang pastor Komunitas, Mattei Zuppi, menjadi pemeran (saat ini menjadi Uskup Agung di Bologna).
Beberapa agenda untuk merayakan Yubileum ini akan diadakan Misa Kudus pada tgl 10 Februari 2018, pukul 17.30 waktu Italia di Basilika Santo Yohanes Lateran, dipimpin oleh Sekretraris Negara Vatikan, Kard. Parolin, dan juga beberapa pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, seperti Imam Besar Al Azhar, Ahmad al Tayyeb, dan Rabi dari Perancis, Sirat, dan Kard. Kasper, eks ketua Konsili Kepausan untuk persatuan umat kriatiani.
Sejak tahun 2003, penerus Andrea Riccardi, sebagai Presiden Sant'Egidio adalah Marco Impagliazzo, warga Roma, 56 tahun, dosen Sejarah Kontemporer di Università untuk orang asing di Perugia, yang mau bercerita tentang Komunitas dengan media In Terris.
Apakah kebahagian yang paling besar selama 50 tahun Komunitas?
"Bukan pertanyaan mudah... Menurut saya adalah dapat menemukan kebahagiaan Injil untuk semua orang."
Dan hal yang paling menyedihkan?
"Melihat banyak yang meninggal di laut Mediteran dan di padang pasir. Ya bukan salah kita, tapi seharusnya dapat dilakukan sesuatu yang lebih".
Para Paus selalu menunjukkan kebaikan mereka pada Komunitas, tetapi orang-orang yang tidak suka menuduh kalian mencari kekuatan dari dalam Gereja. Apa kata kalian?
Ini adalah istilah yang menarik, yang memberi kesan natural, informal, sederhana, tetapi benar dalam arti bahwa Komunitas berkembang di berbagai tempat dimana Komunitas dipanggil untuk beroperasi menjaga perdamaian atau memprakarsai atau membawa angin segar pada situasi yang penuh kekerasan. Saya ingat akan kerja keras dari 'sekolah damai', terutama di Amerika Tengah dan di Afrika untuk membebaskan anak-anak dan para remaja dari dewa kekerasan. Dengan Takhta Suci, dari sudut pandang ini, hubungannya baik karena kita selalu mengabarkan aksi kita ketika ada keadaan yang membutuhkan. Juga harus dikatakan bahwa ada kebebasan bagi umat kristiani bekerja untuk perdamaian: harusnya menjadi sebuah panggilan bagi seluruh umat kristiani. Perlu juga digarisbawahi bahwa Takhta Suci, kecuali pada kasus-kasus tertentu, tidak melibatkan kami secara langsung dalam usaha perdamaian. Kami selalu membawa tanggung jawab kami sebagai orang kristiani, tanpa membawa "pakaian" formal.
Upaya Komunitas untuk perdamaian dan program sosial untuk orang miskin, mau tidak mau memiliki dampak politik. Apa yang kurang dalam politik saat ini?
"Kurangnya kepekaan melihat kenyataan, akan kebutuhan masyarakat, terutama mereka yang miskin. Di samping itu, kurangnya bahasa yang pas dalam masa yang sedang kita hidupi saat ini, yang harusnya menyatukan dan justru sering kali bahasa politik memisahkan kita atau melangkahi rasa takut. Kurangnya usaha untuk menyatukan kembali hubungan masyarakat, seperti yang diingatkan oleh Kard. Bassetti dalam pertemuan terakhir KWI (Italia)."
Satu bulan lagi di Italia akan ada pemilu. Apakah Komunitas punya peran? Apa yang kalian harapkan dari Parlemen mengenai hal-hal yang penting untuk kalian: orang miskin, lansia, para imigran dan pengungsi?
Kami sangat peduli dengan pemilu ini, dengan berpartisipasi, dengan perhatian akan program-program kami. Komunitas bukanlah sebuah parta i politik dan tidak akan berpolitik. Ada beberapa anggota Komunitas yang memilih jalan politik dan mereka menjadi politikus dan juga bagian administrasi. Tapi itu pilihan bebas politik pribadi sedikit anggota dari ribuan anggota Komunitas. Yang kami harapkan adalah bahwa Parlemen bekerja untuk, contohnya "ius culturae" untuk integrasi anak-anak orang asing ke Italia; untuk para lansia agar mereka dapat hidup lebih layak di tahun terakhir hidup mereka, dengan tetap tinggal di rumah mereka; dan terutama di dalam kota-kota besar, kami berharap lebih diperhatikan tema mengenai tempat tinggal, karena ribuan orang hidup dalam situasi memprihatinkan."
Bagaimana pengalaman Komunitas setelah berusia 50 tahun? Adakah orang yang menuduh kalian telah mengambil "lisensi" mengenai sakramen dan liturgi?
"Komunitas adalah sebuah asosiasi umum dan awam dan hidup dalam secara penuh dalam Gereja dalam ketaatan pada Paus dan para Uskup dan Konsili Vatikan II. Juga menjadi referensi bagi banyak orang, juga bagi mereka yang jauh dari Gereja. Kami selalu berpedoman bahwa di setiap Komunitas harus ada doa bersama di malam hari dan setiap Komunitas menjadi tempat berdoa yang terbuka bagi siapapun, selalu; bagi saya sangat indah agar ketika orang pulang kerja masih menemukan gereja-gereja untuk berdoa."
Kalian berada di barisan depan dalam dialog ekumenik dan antaragama. Di Italia banyak kecurigaan, terutama kepada umat muslim, karena ada banyaknya kejadian tragis di dunia internasional. Mungkinkah status ini dapat diubah?
"Saya percaya kita harus beralih dari persepsi fenomena kepada pengetahuan tentang realitas fenomena. Dari seluruh penyelidikan muncul bahwa orang Italia adalah orang yang memiliki kesenjangan terbesar antara tingkat persepsi dan realitas situasi. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa banyak umat islam di Italia, hanya sedikit yang tahu kehidupan yang mereka lakukan dan sebagainya. Ada banyak prasangka. Saya senang bahwa Paus mengangkat tema ketakutan masyarakat dalam homili pada kesempatan Hari Migran. Di hadapan dunia yang terus berubah, wajarlah bila merasa takut. Masalahnya adalah bukan melangkahinya, melainkan memberi penjelasan dan menunjukkan jalan keluarnya. Upaya besar kami di pinggiran kota adalah, berangkat dari anak-anak, dari jaringan sekolah damai yang sangat luas; untuk membuat orang muda tumbuh dengan ide bahwa setiap orang harus hidup bersama, tidak ada pengecualian, tidak ada diskriminasi, baik untuk warna kulit, agama dan alasan lainnya. Kita juga harus memberitahukan kepada orang Italia bahwa tidak ada invasi muslim di Italia. Kehadiran orang asing telah menyebabkan pertumbuhan komunitas kristen, bukan komunitas islam, terutama pertumbuhan komunitas ortodoks, yang seharus dihargai. Dan banyak orang Italia tidak tahu bahwa secara umum tingkat kelahiran umat islam semakin menurun, terutama di Barat, seperti yang terjadi dalam budaya kita, dan ini berkontribusi pada runtuhnya dugaan invasi Islam. Bagaimanapun, hidup bersama adalah sebuah tantangan yang tidak harus dihadapi dengan rasa takut, melainkan dengan mengembangkan kebijakan integrasi yang serius, dimulai dari anak-anak."
Beberapa hari yang lalu telah dirayakan hari The day of Memory: apakah kalian merasakan kembalinya anti-semitisme? Dan bagaimana melawannya?
“Sayangnya iya. Dalam masyarakat kurang adanya wacana mendasar, dimana jaringan dimana kita tumbuh dulu telah hilang, seperti partai, serikat pekerja besar, realitas agregatif (Dan yang nota bene adalah pertanyaan besar bagi gereja saat ini; apa artinya membuka paroki dan tidak berharap agar orang datang...). Ada pergeseran tertentu pada banyak anak muda, dipengaruhi oleh dunia internet dan media sosial, yang sering menyampaikan pidato-pidato yang tidak masuk akal seperti yang bersifat rasis dan anti-semitisme. Sebuah tema harus selalu ada dalam agenda: walaupun 80 tahun telah berlalu sejak UU tentang rasial dan 73 tahun sejak pembebasan kamp kematian di Auschwitz, masalahnya adalah bukan melupakan tragedi itu tetapi mengingatnya untuk membantu mencegah dan mengawasi masalah ini."
50 tahun pertama telah berlalu; apa aspirasi terbesar selanjutnya?
“Impian terbesar adalah membuat perdamaian tumbuh: di dunia perang dunia ketiga ini adalah untuk perdamaian. Yang lainnya adalah menciptakan sebuah masyarakat dimana kita bisa hidup bersama dalam dunia globalisasi, tanpa rasa takut." |