Hari Minggu tanggal 7 Desember 2014, Marco Impagliazzo terpilih kembali sebagai Presiden Komunitas Sant’Egidio. Beliau adalah Dosen Profesor Sejarah Kontemporer di sebuah Universitas bagi orang asing di kota Perugia. Beliau baru saja mengakhiri masa jabatan sebelumnya sebagai Presiden, dan terpilih kembali dengan suara mayoritas dari para perwakilan Komunitas Sant’Egidio di seluruh dunia. Pemilihan tahun ini merefleksikan perkembangan Komunitas, yang lahir di Roma pada tahun 1968 dari sang pendiri, Andrea Riccardi, dan sekarang tersebar di seluruh benua: Persidangan pemilihan presiden yang telah diadakan di Roma -- terhubung melalui jaringan streaming di sejumlah besar kota-kota di Italia, benua Eropa, Asia dan Afrika -- diikuti oleh 220 orang delegasi dari seluruh dunia.
Komunitas Sant’Egidio, Perkumpulan Umum Internasional bagi orang Awam yang diakui oleh Takhta Suci dan juga oleh sejumlah besar Organisasi Internasional seperti PBB, UA, berada di 73 negara di seluruh dunia. Yang aktif sekitar lebih dari 60 ribu orang bersama kerjasama dengan ribuan sukarelawan. Memiliki pilar utama perjuangan yang sama dimana-mana, yaitu Pengkomunikasian Injil, Solidaritas kepada mereka yang miskin, dan membangun Damai, seperti juga yang digarisbawahi oleh Paus Fransiskus saat kunjungannya ke Komunitas pada tanggal 15 Juni 2014 : “Berjalanlah terus dalam alur ini: Doa, Miskin dan Damai. Dengan berjalan demikian maka akan membantu masyarakat untuk mengembangkan belas kasih dalam hati, yang merupakan revolusi yang sesungguhnya” . Dengan ucapan terima kasih kepada seluruh peserta yang memberikan kepercayaan untuk mengemban kembali jabatannya, Marco Impagliazzo mengumumkan bahwa beliau ingin melanjutkan komitmen dalam kerangka 3 P “Preghiera, Poveri, Pace” ( Doa, Orang miskin dan Damai ) yang ditunjukkan oleh Paus. Di hadapan segala yang terjadi di seluruh dunia dalam tahun-tahun ini, Marco Impagliazzo “terkesan dengan betapa luasnya batasan-batasan Komunitas Sant’Egidio dan juga betapa banyak tantangan-tantangan penting yang masih menanti di depan”.
Ini merupakan komitmen yang ditunjukkan Sant’Egidio di garis depan perjuangan yang penting, seperti perjuangan di Eropa untuk menentang berbagai bentuk rasisme dan sikap menyingkirkan para imigran dan orang miskin, atau juga seperti di Afrika dan Amerika Latin yang menentang kekerasan yang semakin tersebar di kota-kota. Komunitas Sant’Egidio di setiap sudut dunia berkomit membentuk sensitivitas terhadap kategori yang lebih lemah di tengah masyarakat, mulai dari para manula yang ditinggalkan dan para orang cacat hingga keberadaan yang penting di Lembaga Pemasyarakatan, sehingga kondisi para tahanan menjadi lebih baik di Eropa, Afrika dan lain-lain. Satu jaringan kapiler seperti “Sekolah Damai” bekerja di seluruh benua untuk membela hak asasi para anak-anak, mulai dari registrasi di kantor pencatatan sipil dan institusi pendidikan. Di antara berbagai program yang terkenal, ada program “DREAM” untuk mencegah dan mengobati para penderita HIV/AIDS, dan juga memberikan bantuan kepada 260 ribu orang di 10 negara di Afrika.
Membangun Damai adalah salah satu tujuan prioritas karena “perang adalah induk dari segala kemiskinan”. Dari kesadaran ini, sepanjang tahun ini lahir komitmen sejumlah besar tindakan mediasi: mulai dari yang terkenal yaitu mediasi yang menganugerahkan Damai di Mozambik pada tahun 1992, kemudian juga negosiasi-negosiasi lain di benua lain. Tindakan yang terakhir adalah seruan untuk “Selamatkan Kota Aleppo” yang dicetuskan oleh Andrea Riccardi dan juga disetujui oleh para pendukung, yang penting untuk memfasilitasi pembukaan sebuah koridor humanis yang membebaskan Aleppo dari serangan, terkait dengan perang sipil yang masih berlaku, terkait dengan Kota Suriah yang bersejarah, yang merupakan tempat kohabitasi berabad-abad di antara kaum Muslim dan Kristiani dari berbagai aliran yang berbeda.
|