|
Support the Community |
|
|||||||||
|
||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||
Akta Kelahiran untuk anak-anak dari Sekolah Damai dan anak-anak lainnya di Indonesia Sebanyak 461 akta kelahiran telah diserahkan bagi anak-anak dari Sekolah Damai dan anak-anak lainnya di Yogyakarta, Jakarta, Medan dan Padang (Indonesia). Masih ada 230 yang sedang dalam proses di kantor pencatatan sipil dan akan diserahkan beberapa minggu yang akan datang. Masih banyaknya anak-anak yang belum memiliki akta kelahiran merupakan masalah besar di Indonesia, dimana, menurut data yang didapatkan dari UNICEF, 40% dari jumlah populasi (sekitar 60 juta jiwa dari total 240jt) belum memiliki akta kelahiran.
Hal ini dapat dilihat juga dari pengalaman Sekolah Damai. Tidak adanya akta kelahiran tentunya memiliki akibat yang tidak baik bagi anak-anak, khususnya kekerasan seksual dan menjadi objek untuk diperjualbelikan.
Pada kenyataannya, jika dilihat dari proses dan harga, maka pencacatan sipil yang sudah terlambat (lebih dari 6 bulan setelah kelahiran) harus melintasi proses yang sangat panjang dan rumit. Tidak ada peraturan nasional, tapi hanya ada aturan-aturan umum dan setiap propinsi mengatur proses pencatatannya menurut kebijakannya masing-masing. Tapi pada umumnya, dokumentasi yang harus diserahkan sangat banyak, harus memiliki dokumen yang dikeluarkan oleh beberapa instansi pemerintah oleh karena itu sangat sulit untuk pengurusan sebuah akta kelahiran. Walaupun beberapa daerah telah mengumumkan bahwa ada pemberian akta kelahiran secara gratis (seperti yang terjadi di Sunter, dimana ada Sekolah Damai di Jakarta) pada kenyataannya pengeluaran akta membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang cukup mahal.
Selain itu, dokumentasi yang diminta harus didapatkan dari daerah asal. Luas daerah (Indonesia adalah sebuah negara kepulauan dan merangkul sekitar satu per enam katulistiwa) dan perpindahan penduduk yang sangat tinggi membuat situasi semakin sulit.
Selama beberapa bulan terakhir ini, Komunitas-komunitas Sant’Egidio di Indonesia telah bekerja untuk membantu anak-anak memperoleh akta kelahiran bagi anak-anak Sekolah Damai dan anak-anak lainnya serta anggota keluarga mereka.
Pada awal pengumpulan dokumen, orang tua anak-anak sadar akan perlunya akta kelahiran tersebut, namun mereka menjadi putus asa karena permasalahan dokumen dan harga yang mahal.
Oleh karena itu, Komunitas mencoba untuk mencapai kesepakatan dengan petugas lokal untuk mendapatkan kemudahan.
Di Yogyakarta, di daerah Kulonprogo, selain menyepakati harga, seorang anggota Komunitas diberikan wewenang untuk bekerja di kantor pencatatan sipil, bersama dengan petugas lainnya untuk mempercepat proses pengeluaran akta kelahiran (biasanya satu akta kelahiran dikeluarkan setelah menjalani proses 60 hari) dan dengan begitu anak-anak di daerah Sekolah Damai berada mendapatkan akta kelahiran. Inisiatif tersebut diberitakan melalui radio lokal. Di beberapa daerah, para pastor dan biarawati, yang tersentuh oleh Komunitas, memutuskan untuk mengikutsertakan paroki-paroki dan sekolah Katolik. Begitu yang terjadi di Padang, umat paroki setempat memutuskan untuk menanggung proses pendapatan akta kelahiran bagi umat kristen yang belum memilikinya. Dan bulan lalu telah diserahkan sebanyak 50 akta kelahiran pertama.
|
|